Cari Blog Ini

Kamis, 12 Maret 2009

TASAWUF

A. Latar Belakang Tasawuf
Berawal dari abad 7 M, di wilayah Arab terdapat sebuah masyarakat yang terpecah-belah, yang selama beberapa abad lamanya telah mengalami perkembangan dalam tradisi yang mapan berupa peperangan, paganisme dan nilai-nilai kesukuan lainnya. Meskipun pada masa itu bangsa Arab telah melakukan aktivitas perniagaan diluar wilayah Arab, namun mereka tidak begitu banyak dipengaruhi oleh budaya lain.
Setelah beberapa lamanya mengalami zaman kehancuran, atau disebut zaman Jahiliyah. Tiba-tiba sebuah “cahaya nubuwat” yang mengagumkan hadir dihadapan mereka. Cahaya ini pertama-tama menyingkap dan menghancurkan sifat kebinatangan dan ketidakadilan dalam masyarakat tersebut. Manusia yang luar biasa, membawa cahaya baru dari pengetahuan ini adalah Nabi Muhammad SAW.
Dalam waktu 23 tahun, Nabi Muhammad SAW mengajarkan kebenaran abadi yaitu bahwa manusia dilahirkan ke dunia ini demi mempelajari jalannya penciptaan seraya akan kembali pada sumbernya, Maha Pencipta Yang Satu. Beliau berhasil membawa mereka pada jalan yang benar, meskipun dalam meraihnya penuh dengan penderitaan. Mereka dapat menerima ajarannya dan penjelasan tentang ayat-ayat Al-qur’an yang diwahyukan kepadanya. Mereka menyembah Allah dan mengikuti Nabi yang hidup penuh dengan pengetahuan dan kecintaan kepada Allah.
Ketika Nabi Muhammad wafat, umat islam mengalami keguncangan yang sangat, yang berakhir dengan pemilihan Abu Bakar sebagai khalifah pertama umat islam. Masa kepemimpinannya yang berlangsung selama 2 tahun ini penuh dengan perselisihan internal. Di mana mentalitas orang Arab yang sama sekali tidak suka ditindas, sebab mereka memiliki mental jiwa yang tidak bisa terikat. Salah satu menurut mereka untuk menindas adalah pemungutan pajak.
Pembayaran zakat, yang diwajibkan Abu Bakar oleh mereka dipahami sebagai penindasan yang tidak disukai mereka. Akhirnya, periode kepemimpinan Abu Bakar sebagian besar dihabiskan untuk menyelesaikan perselisihan internal. Abu bakar wafat, maka Umar diangkat sebagai khalifah selanjutnya. Pada masa kepemimpinannya terjadi ekspansi islam yang begitu luas, di antaranya; Mesir,Persia dan Kerajaan Byzantium dapat ditaklukkan. Umar yang terkenal dengan kesederhanaannya dan tidak bermewah-mewahan. Beliau wafat ditikam oleh seorang budak Persia ketika sedang melaksanakan shalat di masjid.
Kemudian dilanjutkan oleh khalifah ustman, pada periode itu banyak istana yang dibangun dan orang-orang mulai berlomba-lomba dalam membangun gedung-gedung yang megah. Setelah ustman terbunuh maka diteruskan oleh Ali bin Abi Thalib. Pada masa itu, banyak orang-orang yang mengaku sebagai seorang muslim, tetapi tidak sepenuhnya mengetahui atau mempraktikkan jalan hidup (way of live) Nabi.
Masa kepemimpinan terus berjalan dan berganti, yang pada akhirnya masuk masa kekuasaan dinasti Umayyah yang korup ini, penaklukan-penaklukan terus berlangsung dan orang-orang yang masuk islam semakin bertambah. Akan tetapi secara umum sebagian besar penguasa itu adalah tiran dan berorientasi duniawiyah, meskipun terdapat orang islam yang tulus dan arif yang memahami serta melaksanakan ajaran islam, tetapi secara aktual mereka dihalangi oleh haus akan kekuasaan dan kekayaan.
Maka, pada 750 H muncullah dinasti lainnya dan dalam tahun-tahun berikutnya keadaan menjadi lebih memburuk, hal yang lumrah bagi seorang raja yang membunuh keluarganya demi memperebutkan kekuasaan atau untuk memposisikan dirinya dari rival lain. Sebagai contoh, Al-Ma’mun membunuh saudara laki-lakinya Al-Amin, yang menjadi rival dalam perebutan dinasti ‘Abasyiyah. Beberapa perempuan yang terlibat dalam tipu daya mereka dari balik layar, dan para raja yang bercita-cita menjadi kaisar dan hidup dalam kemewahan dan kesenangan.
Keadaan-keadaan yang penuh dengan kekacauan politik dan ketegangan sosial seperti itulah yang menyebabkan muncul para sufi yang dalam perjalanan kehidupannya lebih mengkhususkan diri untuk beribadah dan pengembangan kehidupan rohaniah dengan mengabaikan kenikmatan duniawi. Pola hidup seperti itulah yang dapat merubah kehancuran yang telah terjadi dan kesalehan yang merupakan awal pertumbuhan tasawuf yang kemudian berkembang dengan pesatnya. Dari aspek ini, tasawuf didefinisikan sebagai upaya memahami hakikat Allah seraya melupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan kesenangan duniawi. Definisi lain mengatakan, bahwa tasawuf adalah usaha mengisi hati dengan hanya ingat kepada Allah, yang merupakan landasan lahirnya ajaran al-hubb atau cinta ilahi.
Tasawuf ini juga memiliki kekhasan dari beberapa alirannya; pertama, bahwa tasawuf dari semua alirannya memiliki obsesi kedamaian dan kebahagiaan spiritual yang abadi. Tasawuf di sini difungsikan sebagai pengendali berbagai kekuatan yang bersifat merusak. Kedua, bahwa tasawuf itu semacam pengetahuan langsung yang diperoleh melalui tanggapan intuisi. Epistemology tasawuf di sini mencari hakikat kebenaran atau realitas melalui penyingkapan yang mengantarkan sufi kepada realitas. Ketiga, setiap perjalanan sufi berangkat dari dan untuk peningkatan kualitas spiritual yaitu penyucian jiwa. Keempat, peleburan diri atau penyatuan diri dengan-Nya dalam realitas yang tunggal.
B. Kedudukan Tasawuf dalam Ajaran Islam
Secara umum ajaram islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah atau jasadiah, dan yang bersifat batiniah. Pada unsure batiniahlah kemudian lahi tasawuf, dan unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian cukup besar dari sumber ajaran islam, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadist serta praktek kehidupan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Dalam Al-Qur’an antara lain berbicara tentang kemungkinan manusia dengan Tuhan dapat saling mencintai (mahabbah) yang tercantum dalam firman Allah QS. Al-Maidah ayat 54 yang artinya;
“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya”.
Perintah agar manusia senantiasa bertaubat, membersihkan diri dan memohon ampunan kepada Allah yang tertera dalam QS. Tahrim ayat 8;
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb Kami, sempurnakanlah bagi Kami cahaya Kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Al-qur’an juga mengingatkan manusia agar dalam hidupnya tidak diperbudak oleh kehidupan dunia dan harta benda.
“Wahai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah orang yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah”. (QS. Al-Fathir: 5)
“kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan”. (QS. Al-Hadid: 5)
Dan untuk senantiasa bersikap sabar dalam menjalani pendekatan diri kepada Allah SWT.
“(Yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur”. (QS. Ali Imran: 17)
Contoh kehidupan sufi banyak pula ditemukan dalam kehidupan Rasulullah sehari-hari, yang penuh dengan penderitaan dan waktunya dihabiskan hanya untuk beribadah dan berbakti kepada manusia. Sebelum di angkat menjadi Rasul, beliau sering bertakhanus di Gua Hiro untuk memohon petunjuk kepada Allah. Berulang kali beliau melakukan seperti itu dengan perbekalan hanya air putih dan buah kurma, terkadang juga mengenakan pakaian tambalan yang mencerminkan kehidupannya sederhana. Di tempat itulah beliau memisahkan diri dari kaum Quraisy yang sudah dinilai menyimpang ajaran Tuhan.
Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah berkata: “ketakutanku kepada Allah melebihi dari orang lain dan ketakutanku kepada-Nya tak ada tolok bandingnya. Kadang kala kulalui tiga puluh hari lamanya dengan tidak mempunyai simpanan makanan di rumah, sehingga Bilal datang membawa sepotong roti yang kami makan bersama.
Ibnu Mas’ud pernah masuk kekamar Rasullah dan pada saat itu Rasulullah sedang berbaring di atas sebuah tikar dari daun kurma yang memberi bekas pada pipinya. Ibnu mas’ud bertanya: “ Wahai Rasulullah apakah tidak baik kucarikan sebuah bantal untukmu?. Rasulullah menjawab: “Tak ada hajatku untuk itu, aku dan dunia laksana seorang yang mufassir sebentar berteduh di kala panas terik di bawah naungan sepohon kayu yang rindang untuk kemudian berangkat lagi untuk meneruskan arah tujuan”.
Para sahabat besar yang mencontoh kehidupan Rasulullah dan dalam kehidupan mereka penuh dengan kesederhanaan yang menunjukkan bahwa perhatian mereka hanya tertuju kepada Allah dan berbakti kepada umat manusia. Seperti Abu Bakar yang hidup hanya menggunakan sehelai pakaian bahkan harta kekayaannya dipergunakan untuk kepentingan agama dan negara. Ia serahkan seluruh kehidupannya untuk berbakti kepada Allah dan masyarakat.
Masih banyak lagi kisah-kisah kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya yang menjadi rujukan tasawuf. Semua itu menggambarkan kehidupan yang penuh dengan kesederhanaan, yang menunjukkan atas kesufiannya dan tercantum sebagai sumber tasawuf.

Tidak ada komentar: