Cari Blog Ini

Senin, 06 April 2009

KEKUATAN DAN KELEMAHAN
PAHAM ASY'ARIYAH
SEBAGAI DOKTRIN AQIDAH ISLAM


A. Latar Belakang Asy'ariyah

Asy`ariyah adalah sebuah paham aqidah yang dinisbatkan kepada Abû al-Hasan 'Alî al-Asy`arî. Beliau lahir di Bashrah, Iraq tahun 260 Hijriyah bertepatan dengan tahun 873 Masehi. Beliau wafat pada tahun 324 H / 935 M. Beliau hadir sekitar satu abad setelah imam al-Syâfi'î, atau setengah abad setelah al-Bukhari.

Awalnya al-Asy`arî pernah belajar kepada Al-Jubba`i, seorang tokoh dan guru dari kalangan Mu`tazilah. Sehingga untuk sementara waktu, al-Asy`arî menjadi penganut Mu`tazilî, sampai tahun 300 H. Namun setelah beliau mendalami paham Mu`tazilah hingga berusia 40 tahun, terjadilah debat panjang antara dia dan gurunya, Al-Jubba`i dalam berbagai masalah terutama masalah Kalam. Debat itu membuatnya tidak puas dengan konsep Mu`tazilah dan beliau pun keluar dari paham itu dan bergabung dengan paham kaum Hadits (Ahl al-Hadits/Ahl as-sunnah) yang dipelopori oleh kaum Hanbalî dan yang bertindak sebagai pemegang bendera ortodoksi atau sunni.

Namun, tidak menutup kemungkinan jika al-Asy`arî masih memegang metode logis dan dialektis yang sekarang akan berbalik untuk membela paham Ahl al-Hadits. Pada umumnya, kaum Hadits masih mencurigakan metodologi yang digunakan oleh al-Asy`arî sehingga dalam diri al-Asy`arî merasa bahwa ia perlu membela diri dengan risalahnya yaitu Istihsân al-Khawdl fi 'ilm al-Kalâm (Anjuran untuk mendalami ilmu Kalâm).

Al-Asy`ariyah membuat sistem hujjah yang dibangun berdasarkan perpaduan antara dalil nash (naql) dan dalil logika (`aql). Dengan itu belaiu berhasil memukul telak hujjah para pendukung Mu`tazilah yang selama ini mengacak-acak eksistensi Ahl al-Hadits. Bisa dikatakan, sejak berdirinya aliran Asy`ariyah, Mu`tazilah berhasil dilemahkan dan dijauhkan dari kekuasaan. Setelah sebelumnya sangat berkuasa dan melakukan penindasan terhadap lawan-lawan debatnya termasuk di dalamnya Imam Ahmad bin Hanbal.

Kemampuan Asy`ariyah dalam memukul Mu`tazilah bisa dimaklumi karena sebelumnya Al-Asy`ari pernah berguru kepada mereka. Beliau paham betul lika-liku logika Mu`tazilah dan dengan mudah menguasai titik-titik lemahnya. Meski awalnya kalangan Ahl al-Hadits sempat menaruh curiga kepada beliau dan pahamnya, namun setelah keberhasilannya memukul Mu`tazilah dan komitmennya kepada aqidah Ahl al-Hadits atau yang sekarang ini terkenal dengan sebutan ahlus sunnah wal jama'ah.

B. Inti Pokok Paham Asy'ariyah

Pada dasarnya, inti pokok paham Asy'ariyah adalah Sunnisme. Dalam hal ini, al-Asy`arî menuturkan bahwa ia mendukung dan menganut paham Ahl al-Hadits. Maka ada beberapa hal yang dianut oleh para pendukung Hadits dan Sunnah yaitu mengakui adanya Allah, para malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, segala apa yang datang dari Allah dan apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, percaya terhadap Qadha dan Qadar Allah, dan mempercayai adanya Dajjal. Selain itu, juga mengharuskan untuk taat kepada imam atau pemimpin dan tidak memerdulikan pemimpin itu orang baik atau orang jahat.

Adapun pandangan-pandangan Asy'ariyah yang agaknya berbeda dengan Mu'tazilah, di antaranya ialah:
1. Tentang Tuhan, bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa. Allah berada di atas 'Arsy (Singgasana) dan Allah satu-satunya yang menciptakan segala sesuatu di bumi serta pemilik ilmu (pengetahuan). Allah dapat dilihat nantinya di akhirat, memiliki sifat-sifat seperti berkuasa, melihat, mendengar dan lai-lain.
2. Tentang al-Qur'an, yang merupakan Kalami Ilahi yang bukan makhluk dan bersifat Qadim.
3. Tentang Manusia, kebaikan dan keburukan yang dilakukan oleh manusia itu merupakan kehendak dari-Nya maka semua perilaku mereka diciptakan oleh-Nya.
4. Tentang pelaku dosa besar, bahwa seorang mukmin yang berdosa besar tidak pasti dihukumi masuk neraka dan tidak dikatakan kafir atau keluar dari keislamannya, karena Allah Maha Menerima Taubat dan Maha pengampun. Oleh karena itu, Asy'ariyah menolak konsep tentang posisi tengah (manzilah bainal manzilataini), sebab tidak mungkin pada diri seseorang tidak ada iman dan sekaligus tidak ada kafir. Harus dibedakan antara iman, kafir, dan perbuatan.
5. Tentang anthropomorphisme, bahwa Allah mempunyai mata, tangan, mata dan sebagainya yang tidak dapat dikatakan bagaimana.

Selain yang tertera di atas, paham Asy'ariyah ini menentang paham keadilan Tuhan yang di bawa oleh kaum Mu'tazilah. Menurutnya, keadilan Tuhan terletak pada keyakinan bahwa Tuhan berkuasa mutlak dan berkehendak mutlak. Apa pun yang dilakukan Allah adalah adil. Dengan demikian ia tidak setuju dengan konsep janji dan ancaman (al-wa’d wa al-wa’id).

C. Alur Argumen Kalam Asy'ariyah

Selain al-Asy'ari menganut aqidah Ahl Sunnah, ia juga mengembangkan alur argumen logis dan dialektisnya yang pernah ia dapatkan selama menjadi bagian dari Mu'tazilah. Pengembangannya ini dilakukan al-Asy'ari yang kemudian berlanjut pada pengikutnya yaitu al-Ghazali yang menjadi tumpuan kekuatan paham Asy'ariyah sebagai doktrin dalam aqidah islam kaum Sunni.

Dalam pembahasan ini, menjelaskan tentang teologi yang terpusat pada argumentasi Kalam Asy'ari yang berupaya untuk membuktikan adanya Sang Maha Pencipta yang menciptakan seluruh jagad raya dan dikatakan bahwa adanya jagad raya itu karena diciptakan dari ketiadaan. Argumen ini berkembang dan menjadi salah satu kontribusi alam pikiran islam yang paling orisional kepada pikiran umat manusia. Oleh karena itu, Ilmu Kalam memiliki karakteristik yang sangat khas dalam islam, yang menjadikan agama islam berbeda dengan agama lain mana pun. Sehingga mempengaruhi semua agama di dunia karena perkembangan Ilmu Kalam.

Meskipun paham Asy'ariyah memiliki kekuatan sampai ia menyebar di seluruh dunia yang kenyataannya banyak dianut oleh sebagian orang hingga sekarang, akan tetapi ia juga tidak lepas dari kelemahan-kelemahan. Yang menunjukkan kelemahan-kelemahannya itu ia mendapat beberapa kritikan dalam pandangannya mengenai perbuatan-perbuatan manusia bukan aktualisasi diri manusia sendiri, melainkan diciptakan oleh Tuhan. Padahal setiap yang dilakukan oleh manusia itu juga merupakan suatu usahanya. Dengan kata lain, Allah menghendaki kepada manusia atas usaha yang ia lakukan.

Selanjutnya, kritikan yang dilontarkan oleh Muhammad Abu Baki al- Baqillani (w. 1013 M), yang tidak begitu saja menerima ajaran-ajaran Asy’ari. Misalnya tentang sifat Allah dan perbuatan manusia. Menurut al-Baqillani yang tepat bukan sifat Allah, melainkan hal Allah, sesuai dengan pendapat Abu Hasyim dari Mu'tazilah. Kemudian pengikut Asy’ari lain yang juga menunjukkan penyimpangan adalah Abdul Malik al-Juwaini yang dijuluki Imam al-Haramain (419-478 H). Misalnya tentang anthropomorfisme al-Juwaini beranggapan bahwa yang disebut tangan Allah harus diartikan (ditakwilkan) sebagai kekuasaan Allah. Mata Allah harus dipahami sebagai penglihatan Allah, wajah Allah harus diartikan sebagai wujud Allah, dan seterusnya. Jadi bukan sekadar bila kaifa atau tidak seperti apapun, seperti dikatakan Asy’ari.

Mungkin selain yang tertera di atas, menurut saya mengenai paham Asy'ariyah yang mengharuskan untuk taat kepada seorang pemimpin yang tidak perduli apakah ia seorang yang baik atau jahat. Setidaknya mereka tidak bersikap seperti itu, apabila seorang pemimpin orang yang jahat maka sebaiknya tidaklah harus ditaati melainkan bersikap tegas karena hal ini akan merugikan banyak orang.

Demikian dan terima kasih.






Daftar Pustaka

Madjid, Nur Cholis. Islam dan Peradaban
Nasution, Harun. Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. UIP. Jakarta: 1986.
http: // andaleh. blogsome. com
http: // bagustris. blogspot. com

Tidak ada komentar: